Ndog abang atau telur merah sering kita jumpai saat prosesi Grebeg Mulud, Syawal, maupun Besar. Telur merah biasanya dijual di pinggir-pinggir jalan pada saat berlangsungnya pasar malam Sekaten maupun pada saat prosesi Grebeg. Telur merah ditusuk kayu bambu dengan hiasan kertas minyak warna warni di atasnya.
Dahulu pada saat menjelang Grebeg, kita dengan mudah menjumpai para penjual telur merah. Namun seiring bergulirnya modernisasi, penjual telur merah pun dapat dihitung dengan jari.
Telur merah tidak hanya sekadar makanan camilan yang dijajakan untuk anak-anak. Telur merah ternyata memiliki simbol dan filosofi tinggi yang berkaitan dengan falsafah Jawa tentang kehidupan. Menurut KRT Jatiningrat atau biasa disapa Romo Tirun, budayawan keraton Yogyakarta, Telur merah memiliki makna tentang asal usul manusia. Telur merah terdiri dari bagian putih atau putihan dan cangkang yang diwarnai dengan warna merah. Putih adalah simbol laki-laki atau sperma, sedangkan cangkang merah berarti wanita atau lebih spesifiknya rahim wanita yang membungkus kuning telur atau calon bayi atau manusia baru. Merah dan putih ini dimaknai lebih dalam falsafah Jawa kuno yang dihubungkan dengan perilaku manusia. Jawa mengenal merah dan putih sebagi gula kelapa. Gula adalah gula aren yang juga berasal dari kelapa. Kelapa sendiri di Jawa merupakan buah yang istimewa. Selain karena kontur Nusantara sendiri yang sangat mudah menemukan buah kelapa, pelajaran tinggi tentang hidup dan menemukan siapa sejatinya Tuhan juga berasal dari buah kelapa.
Kelapa mempunyai kulit bernama sabut, atau dalam bahasa Jawa disebut sepet yang berkonotasi dengan sipat atau sifat. Sifat merupakan bawaan lahiriah yang membentuk seorang manusia, seperti iri, dengki, marah, dan lain lain. Seorang manusia yang ingin sempurna dan mengenal Tuhan harus membuang sepet atau sipat, hingga bertemu dengan batok kelapa. Batok dikonotasikan dengan bathuk atau kening yang berisi logika. Seseorang yang ingin memahami sifat Tuhan, harus membuang logika setelah membuang sipat. Logika adalah suara batin yang kadang menyesatkan dan menggoda manusia dalam berbuat baik. Kadang logika manusia justru menutup niat untuk berbuat baik walaupun telah membuang sipat atau sifat manusiawinya. Maka untuk mengenal Tuhan lebih dekat, kita harus membuang batok sehingga menemukan daging kelapa yang berwarna putih. Daging inilah sejatinya jiwa manusia. Jiwa manusia selalu jujur sehingga digambarkan berwarna putih bersih seperti daging kelapa. Jiwa ini lah yang harus didalami seorang manusia yang ingin mengenal Tuhan, karena dalam daging kelapa atau jiwa manusia terdapat banyu degan atau air kelapa yang berupa air murni. Air ini merupakan air yang benar-benar steril dan bisa mengalahkan racun apapun. Air murni itulah Tuhan. Kita akan mencapai Tuhan saat kita bisa membuang sifat buruk manusiawi kita, membuang logika, dan terakhir menyelami jiwa murni dari daging buah kelapa yang berwarna Putih hingga menemui banyu degan yang luar biasa khasiatnya mampu mengalahkan racun apapun.
Gula kelapa atau merah putih begitu memiliki makna tinggi dalam sejarah Jawa dan Nusantara. Bahkan kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara dan Jawa, yakni Majapahit, pun menggunakan gula kelapa atau merah putih sebagai panji-panji kebesaran yang berkibar kencang hingga dataran genting di Semenanjung Melayu. Negara besar penerusnya pun menggunakan panji panji gula kelapa atau merah putih sebagai bendera kebangsaan, yakni Indonesia. Namun sayang, saat ini tidak ada lagi yang memaknai gula kelapa atau merah putih secara dalam. Masyarakat sekarang memaknai merah putih sebagai darah dan tulang semata, akibat propaganda politis yang mengerdilkan ajaran Jawa kuno yang begitu tinggi.
Orang hanya tahu merah putih, namun tidak paham apa dan darimana merah dan putih itu berasal. Indonesia tidak kebetulan saja dibentuk. Negara besar baru ini dibentuk karena takdir menjadi keturunan dan penerus Majapahit. Negara ini dibentuk dengan filosofi tinggi dari mulai bendera kebangsaan, lambang negara, hingga tanggal-tanggal bersejarahnya. Seperti juga Terbentuknya Amerika Serikat yang memiliki sejarah tersembunyi yang berhubungan dengan Free Mason, negara ini didirikan dalam puing kebesaran Jawa yang diwakili dalam simbol simbol negara.
Telur merah atau ndog abang, adalah pengingat kita akan kebesaran merah dan putih, penyatuan laki-laki dan perempuan yang membentuk kehidupan baru, dan falfafah tinggi akan manusia dan ketuhanan. Setiap 3 kali dalam setahun, pada saat Grebeg, tanpa sengaja kita selalu diingatkan akan teori kejadian dan akal budi tinggi manusia yang disimbolkan dalam merah putih. Dahulu nenek moyang kita mengibaratkan, jika kita memakan ndog abang, makan secara simbolis kita akan "memakan" ajaran tingginya tentang ketuhanan dan perilaku baik, sehingga diharapkan, prosesi seperti Grebeg tidak hanya sekadar prosesi, namun juga sebuah ajaran yang dapat mengedukasi masyarakat tentang kehidupan dan ketuhanan.
Sayang, ajaran tinggi itu pelan-pelan musnah ditelan modernisasi yang semakin hari semakin tidak terarah dan menyesatkan.
Merah putih hanya dikibarkan, dan dihormati, namun tidak lagi dipahami....