Sudah 5 tahun lebih bapak meninggal...
Namun selama itu, saya tidak pernah berhasil menuliskan sesuatu yang menggambarkan seperti apa bapak saya..
Saya hanya ingat beliau adalah seorang yang keras dalam mengajar, jujur, terampil, ulet, dan tak pernah mau diam di rumah.
Saya hanya ingat beliau sebagai seorang Jawa tulen yang mengajarkan ilmu kepada anak-anaknya secara "Jawa"...
Saya ingat bagaimana bosannya saya yang waktu itu masih penuh ego usia muda, saat bapak mengajarkan filosofi hidup laki-laki yang digambarkannya dalam tokoh Bima yang perkasa, jujur, cerdas, dan bertanggung jawab serta Semar sebagai tokoh idolanya yang menggambarkan sebuah sosok yang memiliki kebijaksanaan tinggi... Namun itulah laki-laki kata bapak suatu malam....gabungan antara Semar Bodronoyo dan "Dewaruci"...atau nama lain Bima dalam sosok yang telah menjadi ksatria bijak, setelah pengembaraannya dalam lakon wayang Dewaruci...Tanpa melalui ujian dalam kisah Dewaruci, Bima tidak akan bisa menjadi Panglima Perang Pandawa dalam perang Baratayuda. Gabungan antara Semar Bodronoyo dan Dewaruci?Sebuah gabungan antara laki-laki sejati yang ksatria, jujur, bertanggung jawab dan bijaksana seperti semar. Bisa "ngemong" para ksatria muda Pandawa dengan cara mendidik dan mempersiapkan mereka menjadi manusia manusia yang baik dan benar.
"Le...kowe ngerti kenopo Bimo nek ning wayang jarik e kotak-kotak ireng putih?" (Le...kamu tau mengapa Bima jika dalam pewayangan Jawa mengenakan kain jarik kotak-kotak hitam dan putih?)
"Karena manusia berada dalam kondisi hitam dan putih....Bima muda adalah seorang yang temperamental dan grusa grusu (tidak cermat, egois, dan mudah mengambil keputusan salah).....Bima muda berada dalam sifat yang hitam....Namun setelah melalui ujian dalam Dewaruci, Bima pun menjadi Bimasena atau Bimasuci, karena ia mempelajari seperti apa manusia yang seharusnya melalui ujian hidup yang dilaluinya. Bima menjadi dewasa dalam sifat dan sikap sehingga di kemudian hari, ia memimpin puluhan ribu pasukan Pandawa di padang Kurusetra dan berhasil membunuh Duryudana (Raja Kurawa). Bima bisa memenangkan pertempuran karena ia berperang tanpa menggunakan emosi yang menjadi sifatnya dahulu...Ia berperang menggunakan akal, sehingga Kepala Duryudana pun dipenggal oleh kuku Pancanaka dan Gada Rujakpala yang menjadi senjatanya. Itulah gambaran manusia le.....Hidup tidak selalu hitam.....namun jika kamu menjalani hidup dengan belajar dari kejadian dan kesalahan, maka hidupmu akan berubah menjadi putih...."
Bapak juga selalu mengibaratkan hidup sebagai kereta api. Jika ingin selamat sampai tujuan, kereta api harus berjalan sesuai relnya....rel tersebut adalah agama dan kepercayaan akan Sang Maha Pencipta.
Bapak adalah orang yang disiplin dengan ilmu pengetahuan. Walaupun tidak mempu sekolah tinggi karena pendidikan tertingginya hanya STM (Sekolah Teknik Menengah atau sekarang disebut SMK), karena berasal dari keluarga petani ekonomi bawah di Bantul, namun bapak adalah seorang eksakta yang kaku dan hidupnya dipenuhi angka angka. Beliau rela tidak makan, asal anak-anaknya bisa sekolah.
Pernah suatu hari di masa kuliah, saya minta dibelikan sebuah kamera foto, sebagai alat untuk praktikum fotografi dasar, di kampus. Kamera yang saya incar adalah kamera SLR merk Yashica seri 108 bekas (di toko Central) dengan harga 400 ribu. Berminggu-minggu saya terus merengek minta dibelikan kamera, namun bapak selalu hanya menjanjikan, sampai akhirnya saya ngambek dan beberapa hari tidak pulang ke rumah. Tahu anaknya ngambek, akhirnya bapak mengajak saya ke toko di mana saya ingin membeli kamera. Dan akhirnya saya pun sangat bangga dan senang memiliki kamera pertama saya.
Namun bertahun tahun setelahnya, saya sangat menyesal telah merengek minta dibelikan kamera, karena saya baru tahu, jika ternyata waktu itu bapak tidak memiliki uang untuk membeli kamera semahal itu (waktu itu sekitar tahun 1996). Saya baru tahu jika ternyata bapak (waktu itu bekerja sebagai PNS di Balai Latihan Kerja Depnaker Yogyakarta), selepas pulang kerja tidak langsung pulang, namun harus menjadi buruh di sebuah usaha mebel di jalan magelang, hanya untuk mencari uang tambahan agar bisa mengabulkan permintaan anaknya untuk membeli kamera, sebagai alat praktikum fotografi. Uang hasil kerja itu ditabung hingga cukup untuk membeli kamera..
Suatu hari bapak mendapatkan tugas dari kantor menyeleksi para calon anak-anak STM yang akan dimagangkan ke Jepang di bawah koordinasi depnaker. Rumah kami mendadak sering mendapat tamu yang ternyata orang tua - orang tua calon siswa yang akan magang. Beberapa membawa duit segepok hasil jual sawah atau sapi, untuk "menyuap" bapak agar anaknya dapat diloloskan magang ke Jepang. (Banyak siswa magang sebelumnya yang sukses di jepang dan pulang ke Indonesia membawa uang segepok dan dapat membeli tanah di kampung dari hasil gaji sewaktu kerja magang di Jepang). Apa yang dilakukan bapak? Beliau menolak semua uang-uang yang disodorkan kepadanya dan malah menyuruh membawa uang itu pulang dan dipergunakan untuk biaya pengurusan administrasi yang lain, seperti Visa ataupun uang saku nantinya. Saya sempat jengkel, karena bisa saja kami lantas menjadi kaya dan beli mobil karena uang uang siluman itu. Saat saya komplain ke bapak mengapa uang-uang itu tidak diterima, sedangkan hidup kami waktu itu serba kekurangan, bapak pun menjawab enteng sambil merokok Gudang Garam Internasional kesukaannya..."Buat apa duit haram begitu kita terima??Kalau mau membantu ya jangan ada pamrih...niatku membantu kok....Kalau dia memenuhi syarat ya lolos...tapi kalau tidak, ya gagal..." Bapak pun melanjutkan bahwa manusia hidup itu harus berlaku jujur..Beliau tidak mempunyai syarat apapun dalam membantu orang.... Jika suatu hari saat anak anaknya jauh dan dalam kesulitan, sedangkan beliau tidak kuasa untuk membantu, bapak hanya berharap Tuhan lah yang akan membantu anak anaknya, melalui tangan orang-orang baik lainnya....
Dan Alhamdulillah..Tuhan mendengarkan doanya..Setiap saya memiliki kesulitan saat merantau di Jakarta, selalu ada teman yang membantu saya dalam bentuk apapun...demikian juga dengan adik saya yang merantau di Medan. Dan saat bapak benar-benar tidak kuasa lagi membantu anak anaknya karena meninggal di bulan Maret tahun 2010 lalu, banyak kemudahan dibalik kesulitan yang kami terima....
Saya ingat betapa bahagianya beliau saat saya dan adik saya berhasil lulus kuliah dan wisuda....Bahkan saat saya menikah, hanya bapak lah satu satunya orang yang di pipinya sembab dengan air mata bahagia....
Siang tadi...saya menghadiri prosesi wisuda S2 adik saya di JEC...betapa adik saya bahagia karena merampungkan janjinya untuk meneruskan sekolah lagi suatu hari nanti jika mampu...dan hari ini, adik saya satu satunya, berhasil menuntaskan janji....
Memang tidak ada lagi air mata berlinang.....tidak ada lagi senyum kaku namun bahagia...tidak ada lagi wajah keras yang memarahi kami saat nilai matematika kami di bawah 5.....
Namun saya yakin bapak di atas sana bahagia menyaksikan salah satu anaknya dapat menyelesaikan pendidikan tinggi, seperti yang dicita citakan beliau saat masih ada....
Tuhan...salam dari kami anak anaknya untuk bapak kami di sana...
Jika beliau bahagia, sekarang giliran pipi kami yang sembab oleh air mata bahagia
Terima kasih telah mengajari kami tentang hidup dan kehidupan....
0 komentar:
Posting Komentar