Morning Coffee

Pagi adalah inspirasi

Step

Setiap Langkah Kecil adalah Progres Besar bagi Hidup

Night

Bintang-bintang hanyalah masa lalu

Miracle

Keajaiban muncul dari energi tersembunyi di setiap manusia

God

Tuhan selalu ada di setiap sudut tersembunyi dari jiwa manusia

Sabtu, 29 Agustus 2015

Catatan Seorang Karyawan

Obrolan sore dengan seorang kawan di sebuah warung sambil nyeruput kopi hitam sedikit pahit dan ngemil pisang goreng yang lumayan sudah dingin.... Kawan saya adalah mantan karyawan sebuah media di Jakarta dan kini memiliki sebuah usaha yang sudah mulai berkembang di Jogja.... Sambil makan satu porsi nasi goreng kambing, kawan saya berkata, "Mengabdi terlalu lama pada perusahaan kadang melatih kita untuk meminta minta....meminta kenaikan gaji...meminta bonus...meminta tambahan penghasilan lainnya....dan semuanya tergantung dari si pemilik, apakah mengabulkan permintaan kita atau tidak...kadang seseorang yang telah bekerja dengan baik dan loyal, belum tentu mendapatkan apa yang diminta...Belum lagi kita harus bersikutan dengan teman sendiri untuk naik jabatan...Inikah yang dinamakan kompetisi?mungkin.....Tapi kadang nasib kita bukan ditentukan etos kerja, loyalitas, dan profesionalisme, tapi kondisi perusahaan dan si pemilik sendiri. Seorang kawan saya yang telah menduduki jabatan tinggi di sebuah perusahaan bercerita jika kini rawan tergusur dari posisinya karena atasannya berganti orang baru dan membawa "pasukan" kepercayaan dari kantor yang lama..." Kawan saya melanjutkan.... "Saya mencoba berpikir sebagai seorang owner perusahaan...saya pasti juga akan berpikir bagaimana perusahaan saya "save" dahulu baru karyawan saya. Sebaik-baik karyawan bekerja, keselamatan perusahaan tetap menjadi pertimbangan utama. Saya jadi ingat kasus dirumahkannya karyawan Apple hingga perusahaan otomotif Ford. Saya yakin diantara ribuah karyawan itu, ada beberapa karyawan yang telah memberikan etos kerja baik dan profesional, namun tetap tidak terselamatkan..." "Kembali lagi ke karyawan, saya paham dunia butuh keseimbangan....pemilik butuh karyawan, dan karyawan butuh kerja....Bedanya adalah kebebasan memilih....Seorang pemilik perusahaan bebas memilih karyawan yang akan dipekerjakan, dan sebaliknya karyawan tidak bisa memilih dimana dia akan bekerja..." "Lalu bagaimanakah seharusnya?Salahkah menjadi karyawan?Saya yakin tidak....karena tidak semua orang punya kesempatan menjadi juragan. Namun yang menurut saya salah adalah terlalu lama dan terlena menjadi karyawan...sehingga kita terjebak pada etos "meminta-minta" tadi...Tidak berusaha mandiri, ketika otak harus berpikir keras bagaimana mendapatkan uang agar bisa makan besok pagi....Bagaimana mau berpikir?Gaji sudah jelas walau tak seberapa...yang penting bekerja dengan baik aja sudah aman jadi pegawai walau gaji pas pasan....belum lagi ditambah jaminan adanya pensiun...Mungkin hanya sedikit pensiunan pegawai yang kaya, mobilnya range rover terbaru, rumahnya gedong, dan tiap liburan panjang bisa berlibur ke Paris....sebagian pensiunan menghabiskan waktu justru dengan post power sindrome, hidup sederhana dengan kata-kata yang sering diucapkan..."opo to le...bapakmu ki mung pensiunan...." Namun ada beberapa juga pensiunan yang saya salut...dengan sembari menghabiskan hari tua dan beristirahat dari hiruk pikuk dunia, masih tidak mau berdiam diri dengan menanam, beternak lele, membuat toko ikan hias, bahkan memiliki usaha sendiri....salut...." Saya mengernyitkan dahi sambil terus memandang kawan saya memanggil pelayan dan memesan satu porsi kentang goreng..... Ia pun meneruskan obrolannya. O..iya....Kadang kita juga juga terlupa, kalau kenaikan gaji yang tinggi pasti diimbangi dengan tanggung jawab dan kinerja yang lebih banyak pula...Kadang kita diharuskan memilih antara keluarga atau pekerjaan....Padahal, anak-anak kita hanya butuh mancing bareng di hari libur, bermain sepeda bareng, wisata ke kebun binatang, atau sekadar main di rumah eyangnya....Mereka tidak tau dan tidak mau tau, serta tidak butuh orang tuanya harus bekerja seharian, tanpa punya waktu bermain bersama demi mengejar impian naik pangkat dan naiknya penghasilan.... Teman saya berkata lagi sambil melebarkan senyum.... "Kalau saya....adalah anak pensiunan dimana bapak adalah orang yang justru memilih pensiun dini karena ingin mendirikan usaha kayu kecil-kecilan sesuai hobinya...Saya juga pernah menjadi seorang karyawan yang hingga tak terasa telah 15 tahun saya mengabdi...Waktu itu saya melihat, kawan-kawan saya sudah punya usaha masing masing yang cukup maju sedangkan saya baru sadar telah terlena cukup lama oleh gaji yang semu dan situasi pekerjaan yang sangat menyita waktu tanpa bisa mengelak dari kewajiban saya sebagai karyawan....Karena mengelak berarti cap tidak profesional dan etos kerja buruk akan berpengaruh kepada karier dan penghasilan, serta kredibilitas....Bahkan kadang kinerja baik pun masih belum tentu baik karena beberapa situasi dan kondisi... Maka...saat itu saya memutuskan untuk memulai belajar lagi dan melepaskan diri dari sebuah situasi dimana saya merasa terjebak oleh waktu yang berjalan pelan dan tak membuat hidup menjadi lebih baik...." Seberat apapun saya harus berani mengubah hidup saya yang telah lama terlena oleh gaji dan fasilitas yang sebenarnya itu itu saja.... (hanya sebuah cerita sekelumit hari ini dimana kadang kita berjalan jauh ke dalam hutan, dan baru sadar kita telah tersesat saat jalan di depan kita ternyata jurang dalam yang semakin sukar dilalui....tidak setuju tidak apa-apa wong ini hanya obrolan kecil tanpa arah...) Saya jadi ingat bordiran tulisan di topi saya...."Thousand journeys always begin from a Single Step...."

Minggu, 09 Agustus 2015

Mitologi dan Belajar Agama dengan Arif

Bicara mengenai kekeringan, saya jadi ingat sebuah kisah tentang ritual merti telaga di daerah selatan Wonosari, Gunung Kidul. Ritual yang menampilkan tari tayub di pinggir telaga kecil itu sungguh menjadikan sebuah pesan tersampaikan tanpa pemaksaan secara fisik. Saya sempat tertawa saat mengusulkan untuk membuat topik itu menjadi sebuah film dokumenter untuk mahasiswa saya. Seorang mahasiswa putri berkerudung menolak mentah mentah topik itu dengan alasan itu adalah tema yang musrik. Saya pun manggut manggut tertawa. Padahal bagi saya sebagai seorang film maker, sebelum membuat sebuah film berkualitas kita harus melepaskan diri dari "atribut" apapun yang kita kenakan, apakah itu agama, suku, bahkan hingga gender.
Saya pun menjelaskan tema yang dianggap "musrik" itu.... Sebelum berbicara tentang ritual Merti Telaga, kita harus mengetahui latar belakang kontur Geografis Gunung Kidul yang tandus dan sering dilanda kekeringan karena tanah di kawasan itu adalah tanah kapur. Telaga yang asri penuh air menjadi sebuah "tambang emas" bagi warga kawasan Gunung Kidul. Namun manusia yang selalu serakah akan terus mencoba mengusik keasrian telaga. Pengrusakan telaga menjadi keniscayaan yang sangat mudah terjadi. Untuk menjaga hal itu, maka dibuatlah mitologi tentang jin penunggu telaga yang bermukim di pohon besar pinggir telaga. Sudah menjadi sifat manusia, jika hanya dilarang secara verbal, maka diam diam tetap tidak akan dipedulikan dan lebih mementingkan isi perut pribadi. Berbeda jika dibuat mitologi, "jika memancing ikan, atau merusak telaga akan mati atau minimal sakit parah....".
Mitologi tersebut terbukti manjur. Namun seperti halnya sifat mitologi yang seperti kata berantai turun menurun, lama-lama akan musnah juga jika tidak rutin di ceritakan. Lalu dibuatlah ritual tari tayub merti telaga, dengan alasan tayub adalah tari kesukaan jin penunggu telaga.
Lalu mengapa tari tayub?sederhananya adalah tari tayub merupakan tarian favorit warga, dan sebuah pertunjukan yang mudah mengumpulkan warga desa. Dan sampai hari ini tarian ini ditarikan setiap setahun sekali di pinggir telaga...
Saat saya mendatangi lokasi, terdapat ratusan warga desa setempat berkumpul dari mulai anak kecil hingga kakek nenek..dari laki laki hingga perempuan..duduk dengan alas seadanya di pinggir telaga, di bawah pohon "tempat tinggal jin penunggu telaga", menyaksikan tarian tayub hingga selesai...
Pesannya sederhana....akhirnya warga desa diingatkan kembali akan adanya jin penunggu telaga yang menjadi benteng bagi perusak telaga yang merupakan sumber air utama di kawasan Gunung Kidul, yang rawan kekeringan..setiap setahun sekali.. Kisah mitologi jin penunggu telaga pun lestari hingga sekarang, sehingga telaga pun terjaga dari potensi-potensi pengrusakan orang-orang yang egois mementingkan perutnya sendiri....
Dan terbukti..kekeringan kini menjadi masalah di berbagai tempat....Hal ini karena filosofi budaya dalam sebuah mitologi telah menjadi musuh di tanahnya sendiri...di dalam bangsanya sendiri....
Sangat disayangkan....pendidikan agama yang tidak diimbangi dengan ilmu cerdas tentang filosofi dan budaya menjadikan ribuan mitologi yang memiliki pesan tinggi seperti tayub merti telaga pun musnah dilibas peradaban dan penyebaran agama yang salah kaprah.....Kini banyak anak-anak yang dengan mudah mengkafirkan atau mengecap musrik tanpa tahu makna indah di belakang sebuah ritual atau budaya..
Saya jadi ingat, betapa tingginya kecerdasan Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Islam dengan merangkul budaya lokal yang mayoritas Hindu dengan mentransformasikan Islam ke dalam budaya... Musrik kah?Tergantung bagaimana kita memaknai apakah ada hubungannya sebuah ritual dengan agama yang menjadi masalah pribadi antara kita dengan Tuhan...atau ritual dan mitologi hanya sebuah pesan dari seorang kakek nenek kepada cucunya, agar cucunya menjaga warisan mereka dengan perilaku yang baik dan benar??
Silakan menjadi orang cerdas dalam melihat budaya bangsa kita sendiri...

Sabtu, 01 Agustus 2015

Toga Untukmu Di Sana

Sudah 5 tahun lebih bapak meninggal... Namun selama itu, saya tidak pernah berhasil menuliskan sesuatu yang menggambarkan seperti apa bapak saya..
Saya hanya ingat beliau adalah seorang yang keras dalam mengajar, jujur, terampil, ulet, dan tak pernah mau diam di rumah.
Saya hanya ingat beliau sebagai seorang Jawa tulen yang mengajarkan ilmu kepada anak-anaknya secara "Jawa"...
Saya ingat bagaimana bosannya saya yang waktu itu masih penuh ego usia muda, saat bapak mengajarkan filosofi hidup laki-laki yang digambarkannya dalam tokoh Bima yang perkasa, jujur, cerdas, dan bertanggung jawab serta Semar sebagai tokoh idolanya yang menggambarkan sebuah sosok yang memiliki kebijaksanaan tinggi... Namun itulah laki-laki kata bapak suatu malam....gabungan antara Semar Bodronoyo dan "Dewaruci"...atau nama lain Bima dalam sosok yang telah menjadi ksatria bijak, setelah pengembaraannya dalam lakon wayang Dewaruci...Tanpa melalui ujian dalam kisah Dewaruci, Bima tidak akan bisa menjadi Panglima Perang Pandawa dalam perang Baratayuda. Gabungan antara Semar Bodronoyo dan Dewaruci?Sebuah gabungan antara laki-laki sejati yang ksatria, jujur, bertanggung jawab dan bijaksana seperti semar. Bisa "ngemong" para ksatria muda Pandawa dengan cara mendidik dan mempersiapkan mereka menjadi manusia manusia yang baik dan benar.
"Le...kowe ngerti kenopo Bimo nek ning wayang jarik e kotak-kotak ireng putih?" (Le...kamu tau mengapa Bima jika dalam pewayangan Jawa mengenakan kain jarik kotak-kotak hitam dan putih?)
"Karena manusia berada dalam kondisi hitam dan putih....Bima muda adalah seorang yang temperamental dan grusa grusu (tidak cermat, egois, dan mudah mengambil keputusan salah).....Bima muda berada dalam sifat yang hitam....Namun setelah melalui ujian dalam Dewaruci, Bima pun menjadi Bimasena atau Bimasuci, karena ia mempelajari seperti apa manusia yang seharusnya melalui ujian hidup yang dilaluinya. Bima menjadi dewasa dalam sifat dan sikap sehingga di kemudian hari, ia memimpin puluhan ribu pasukan Pandawa di padang Kurusetra dan berhasil membunuh Duryudana (Raja Kurawa). Bima bisa memenangkan pertempuran karena ia berperang tanpa menggunakan emosi yang menjadi sifatnya dahulu...Ia berperang menggunakan akal, sehingga Kepala Duryudana pun dipenggal oleh kuku Pancanaka dan Gada Rujakpala yang menjadi senjatanya. Itulah gambaran manusia le.....Hidup tidak selalu hitam.....namun jika kamu menjalani hidup dengan belajar dari kejadian dan kesalahan, maka hidupmu akan berubah menjadi putih...."
Bapak juga selalu mengibaratkan hidup sebagai kereta api. Jika ingin selamat sampai tujuan, kereta api harus berjalan sesuai relnya....rel tersebut adalah agama dan kepercayaan akan Sang Maha Pencipta.
Bapak adalah orang yang disiplin dengan ilmu pengetahuan. Walaupun tidak mempu sekolah tinggi karena pendidikan tertingginya hanya STM (Sekolah Teknik Menengah atau sekarang disebut SMK), karena berasal dari keluarga petani ekonomi bawah di Bantul, namun bapak adalah seorang eksakta yang kaku dan hidupnya dipenuhi angka angka. Beliau rela tidak makan, asal anak-anaknya bisa sekolah. Pernah suatu hari di masa kuliah, saya minta dibelikan sebuah kamera foto, sebagai alat untuk praktikum fotografi dasar, di kampus. Kamera yang saya incar adalah kamera SLR merk Yashica seri 108 bekas (di toko Central) dengan harga 400 ribu. Berminggu-minggu saya terus merengek minta dibelikan kamera, namun bapak selalu hanya menjanjikan, sampai akhirnya saya ngambek dan beberapa hari tidak pulang ke rumah. Tahu anaknya ngambek, akhirnya bapak mengajak saya ke toko di mana saya ingin membeli kamera. Dan akhirnya saya pun sangat bangga dan senang memiliki kamera pertama saya.
Namun bertahun tahun setelahnya, saya sangat menyesal telah merengek minta dibelikan kamera, karena saya baru tahu, jika ternyata waktu itu bapak tidak memiliki uang untuk membeli kamera semahal itu (waktu itu sekitar tahun 1996). Saya baru tahu jika ternyata bapak (waktu itu bekerja sebagai PNS di Balai Latihan Kerja Depnaker Yogyakarta), selepas pulang kerja tidak langsung pulang, namun harus menjadi buruh di sebuah usaha mebel di jalan magelang, hanya untuk mencari uang tambahan agar bisa mengabulkan permintaan anaknya untuk membeli kamera, sebagai alat praktikum fotografi. Uang hasil kerja itu ditabung hingga cukup untuk membeli kamera..
Suatu hari bapak mendapatkan tugas dari kantor menyeleksi para calon anak-anak STM yang akan dimagangkan ke Jepang di bawah koordinasi depnaker. Rumah kami mendadak sering mendapat tamu yang ternyata orang tua - orang tua calon siswa yang akan magang. Beberapa membawa duit segepok hasil jual sawah atau sapi, untuk "menyuap" bapak agar anaknya dapat diloloskan magang ke Jepang. (Banyak siswa magang sebelumnya yang sukses di jepang dan pulang ke Indonesia membawa uang segepok dan dapat membeli tanah di kampung dari hasil gaji sewaktu kerja magang di Jepang). Apa yang dilakukan bapak? Beliau menolak semua uang-uang yang disodorkan kepadanya dan malah menyuruh membawa uang itu pulang dan dipergunakan untuk biaya pengurusan administrasi yang lain, seperti Visa ataupun uang saku nantinya. Saya sempat jengkel, karena bisa saja kami lantas menjadi kaya dan beli mobil karena uang uang siluman itu. Saat saya komplain ke bapak mengapa uang-uang itu tidak diterima, sedangkan hidup kami waktu itu serba kekurangan, bapak pun menjawab enteng sambil merokok Gudang Garam Internasional kesukaannya..."Buat apa duit haram begitu kita terima??Kalau mau membantu ya jangan ada pamrih...niatku membantu kok....Kalau dia memenuhi syarat ya lolos...tapi kalau tidak, ya gagal..." Bapak pun melanjutkan bahwa manusia hidup itu harus berlaku jujur..Beliau tidak mempunyai syarat apapun dalam membantu orang.... Jika suatu hari saat anak anaknya jauh dan dalam kesulitan, sedangkan beliau tidak kuasa untuk membantu, bapak hanya berharap Tuhan lah yang akan membantu anak anaknya, melalui tangan orang-orang baik lainnya....
Dan Alhamdulillah..Tuhan mendengarkan doanya..Setiap saya memiliki kesulitan saat merantau di Jakarta, selalu ada teman yang membantu saya dalam bentuk apapun...demikian juga dengan adik saya yang merantau di Medan. Dan saat bapak benar-benar tidak kuasa lagi membantu anak anaknya karena meninggal di bulan Maret tahun 2010 lalu, banyak kemudahan dibalik kesulitan yang kami terima....
Saya ingat betapa bahagianya beliau saat saya dan adik saya berhasil lulus kuliah dan wisuda....Bahkan saat saya menikah, hanya bapak lah satu satunya orang yang di pipinya sembab dengan air mata bahagia....
Siang tadi...saya menghadiri prosesi wisuda S2 adik saya di JEC...betapa adik saya bahagia karena merampungkan janjinya untuk meneruskan sekolah lagi suatu hari nanti jika mampu...dan hari ini, adik saya satu satunya, berhasil menuntaskan janji....
Memang tidak ada lagi air mata berlinang.....tidak ada lagi senyum kaku namun bahagia...tidak ada lagi wajah keras yang memarahi kami saat nilai matematika kami di bawah 5.....
Namun saya yakin bapak di atas sana bahagia menyaksikan salah satu anaknya dapat menyelesaikan pendidikan tinggi, seperti yang dicita citakan beliau saat masih ada....
Tuhan...salam dari kami anak anaknya untuk bapak kami di sana...
Jika beliau bahagia, sekarang giliran pipi kami yang sembab oleh air mata bahagia
Terima kasih telah mengajari kami tentang hidup dan kehidupan....